Langsung ke konten utama

Sedikit Cerita tentang Rumah Baca Griya Pipit

Ada satu hal yang selalu menggembirakan saya, yaitu ketika apa yang saya rintis ternyata memberikan manfaat tidak hanya bagi diri saya atau keluarga saya sendiri, tetapi juga masyarakat lingkungan di sekitar saya. Seperti Anda ikuti sebelumnya di blog ini, sekitar bulan Maret lalu saya mencoba merintis Rumah Baca Griya Pipit di perumahan saya. Walaupun dengan ruang yang terbatas, Anda bisa lihat sekarang foto-foto di blog ini tentang dokumentasi sedemikian tertariknya anak-anak di perumahan kami membaca buku-buku tersebut. Biasanya, anak-anak datang ketika sore hari sampai waktu Isya. Sedangkan para orang tua, waktunya tidak tentu, tergantung keperluan mereka.

Awalnya, kenapa saya concern untuk membuat Rumah Baca ini adalah karena dalam pengamatan saya terdapat kecenderungan semakin tingginya masyarakat kota yang bertempat tinggal di pinngiran kota, seperti halnya saya ini yang sekarang bertempat tinggal di sekitar Pondok Aren, perbatasan Jakarta dengan Tangerang.

Dalam pengamatan saya, dengan kecenderungan ini, masyarakat pinggiran akan semakin tergusur secara alami, yaitu dengan menjual lahannya ke developer. Padahal, lahan tersebut merupakan satu-satunya sumber pendapatan mereka selama ini. Biasanya, pendapatan dari penjualan lahan itu digunakan oleh masyarakat pinggiran untuk membeli mobil angkot. Kemudian, simpel saja, mereka menjadi pengemudi mobil angkot tersebut. Karena tidak ada manajemen yang baik, seluruh income harian dari menyupir mobil angkot milik sendiri itu digunakan untuk makan sehari-hari dan, bila diperlukan, sebagian untuk perbaikan mobil.

Karena tingkat pendidikan yang rendah, para warga masyarakat pinggiran itu lupa menginvestasikan sebagian income-nya untuk jaga-jaga mengganti mobil setelah umur ekonomis mobil tersebut habis. Inilah sumber masalahnya. Karena itu, biasanya, tidak aneh, setelah tahun ke-5, atau bahkan tahun ke-3, mobil angkot yang mereka beli tersebut telah hancur. Di sisi lain, lahan mereka pun sudah tidak ada karena digunakan untuk membeli mobil angkot tersebut. Akhirnya, untuk menutup kebutuhan sehari-hari, setelah mobil milik angkot mereka sendiri hancur tidak bisa digunakan, mereka biasanya menjadi pengemudi mobil angkot milik orang lain atau malah mengojek.

Jika diamati, itulah sebabnya tingkat ekonomi dan kehidupan sosial masyarat pinggiran menjadi semakin menurun. Anak-anak mereka menjadi rendah diri karena orang tuanya tidak bisa membiayai mereka sekolah. Jika hal ini tidak ditangani sejak dini, hal ini bisa menjadi potensi kriminal lingkungan di masa datang. Anehnya, pejabat Pemda di daerah pinggiran tidak pernah memikirkan kecenderungan ini. Mereka hanya sibuk membangun infrastruktur.

Demikianlah awalnya saya tertarik untuk membuat Rumah Baca ini. Dengan Rumah Baca ini, saya ingin memberikan media/ruang belajar untuk masyarakat pinggiran secara gratis.

Dalam jangka pendek, memang isinya masih berupa buku, majalah, dan bacaan sejenisnya. Namun, dalam jangka panjang saya harap bisa berkembang ke media lain yang lebih canggih.

Tidak terasa, sekarang sudah ada sekitar 300-an buku terdokumentasikan. Ini diperoleh dari teman-teman saya, seperti Gde dari IBM, Rio dari BPKP, dan Abdurrahman dari Telkom. Juga, ada dari warga perumahan saya sendiri yang dengan sukarela menyerahkan buku yang ada di rumahnya. Saya dengar dari istri saya yang, sambil menjaga toko obat kami, dengan sabar terus menjaga Rumah Baca tersebut, bahwa ada juga seorang ibu yang secara rutin, setiap bulan, menyerahkan buku untuk Rumah Baca tersebut. Ini sangat menyentuh hati saya.

Sekarang, selain telah menambah rak buku yang didesain dan dikerjakan oleh seorang profesional, jalanan di halaman depan Rumah Baca ini juga sudah dipasang konblok. Juga ada penambahan sedikit ruang ke belakang. Sebuah sofa memanjang juga sudah disediakan. Semoga dengan fasilitas ini nantinya para pengunjung makin merasa nyaman.

Nach, bagi Anda yang ingin berpartisipasi menyumbangkan buku atau apapun untuk perkembangan Rumah Baca ini, baik yang bermanfaat untuk anak-anak, atau orang dewasa, silahkan kirim ke ke:

RUMAH BACA GRIYA PIPIT
Perumahan Griya Pipit 6
Blok B8 No. 35
Pondok Kacang Timur,
Pondok Aren,Tangerang 15226

Mengingat paket dari kantor Pos sering tidak sampai ke perumahan kami, sudi kiranya jika kiriman Anda dapat disampaikan melalui kurir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke