Langsung ke konten utama

KPK Awasi Proyek Nomor Induk Kependudukan

Heran juga jika berita ini kurang banyak dipublish oleh media:

Selasa, 25 Maret 2008 23:03 WIB
KPK Awasi Proyek Nomor Induk Kependudukan
Reporter : Ita Malau

JAKARTA--MI: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) minta agar Departemen Dalam Negeri (Depdagri) transparan dalam pengadaan proyek nomor induk kependudukan/NIK (Single ID Number).

Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono mengatakan, Depdagri harus menggunakan jalur hukum yang benar untuk setiap pengadaan dalam proyek tersebut karena nilai proyek yang sangat besar. "Sejak 2005 hingga sekarang, dana yang sudah dipakai dalam proyek ini mencapai Rp300 miliar. Khusus tahun 2007 itu mencapai Rp190 miliar," kata Haryono di Jakarta, Selasa (25/3).

Oleh karena itu, proyek tersebut harus dilakukan dengan benar terutama kerja sama dengan para rekanan proyek pembuatan NIK tersebut. "Mendagri berjanji semua NIK dari Sabang sampai Merauke rampung pada 2009," ungkap Haryono.

Ia mengatakan dengan adanya NIK tersebut, masalah KTP ganda secara perlahan-lahan bisa dihilangkan. Dengan demikian, imbuhnya, efek domino dari KTP ganda tersebut juga bisa dihapus.

"Nanti KTP, paspor, SIM itu hanya ada satu nomor saja sehingga tidak perlu lagi repot. Proyek ini sama dengan yang di Malaysia bernama 'My Card.' Semoga proyek ini bersih dari korupsi karena tujuannya baik," tukas Haryono.
Untuk bertukar pikiran mengenai hal tersebut, Mendagri Mardiyanto mendatangi KPK. Mardiyanto mengatakan dari 457 pemerintah kabupaten/kota yangada, 449 diantaranya sudah menyelesaikan proyek NIK tersebut.

"Kami butuhkan KPK sebagai institusi untuk mengawasi proyek pengadaan nomor induk kependudukan agar pengadaannya tidak menyalahi aturan," ujar Mardiyanto seusai bertemu dengan pimpinan KPK.

Mardiyanto menjelaskan target jangka pendek untuk penggunaan NIK tersebut adalah untuk persiapan pemilu 2009. "Selanjutnya, NIK tersebut akan digunakan untuk berbagai kepentingan pribadi," jelasnya. (Dia/OL-03)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke